
Ulama besar Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin menjelaskan bahwa keikhlasan berarti memurnikan niat hanya untuk Allah, tanpa campuran keinginan duniawi atau pengakuan manusia. Menurut beliau, amal yang disertai niat lain selain Allah dapat kehilangan nilainya di sisi-Nya.
Dengan demikian, seseorang yang menghibahkan hartanya untuk masjid harus melakukannya dengan niat murni karena Allah semata, bukan untuk dikenang atau dihormati. Jika hati tetap menjaga keikhlasan itu, maka pahalanya akan terus mengalir tanpa henti.
Karena itu, sebaiknya pemberi hibah atau ahli warisnya tidak perlu terlalu jauh mencampuri urusan pengelolaan masjid. Selama pengurus masjid menjalankan tugasnya dengan baik dan sesuai dengan fungsi masjid — yaitu sebagai tempat ibadah, tempat pendidikan, dan kegiatan sosial keagamaan — maka tidak perlu ada intervensi. Biarlah pengurus masjid menjalankan amanahnya dengan tenang.
Jika pun ada hal yang perlu disampaikan, sebaiknya dilakukan dengan cara yang baik dan penuh rasa hormat, tanpa menyinggung atau memaksakan kehendak. Sikap seperti ini justru akan menjaga suasana saling menghormati antara keluarga pemberi hibah dan pengurus masjid. Menjaga jarak yang wajar bukan berarti memutus hubungan, tetapi bentuk penghormatan terhadap niat baik dan nilai ibadah itu sendiri.




