
Haidir Fitra Siagian:
SUARAIMBANG.COM, MAKASSAR – Memberi lokasi atau tanah untuk pembangunan masjid adalah perbuatan yang sangat mulia. Dalam ajaran agama Islam, seseorang Muslim yang menghibahkan hartanya untuk kepentingan umat termasuk orang yang mendapatkan pahala besar. Tanah yang diberikan untuk masjid bukan hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga menjadi tempat orang belajar agama, bersilaturahmi, dan melakukan kegiatan sosial. Oleh itu, nilai hibah seperti ini tidak hanya bermanfaat di dunia, tetapi juga menjadi amal jariyah yang pahalanya terus mengalir.
Rasulullah SAW bersabda dalam hadis riwayat Muslim, “Apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.” Tanah masjid yang dihibahkan termasuk dalam sedekah jariyah, karena setiap kali orang salat atau beribadah di masjid itu, pahalanya juga mengalir untuk orang yang menghibahkannya.
Dalam ajaran Islam pula, ketika seseorang telah menghibahkan sesuatu dengan niat ikhlas karena Allah, maka pemberian itu tidak lagi menjadi miliknya. Artinya, begitu tanah diserahkan dan dipakai untuk masjid, maka statusnya sudah berpindah menjadi milik umat. Tanah itu menjadi bagian dari sarana ibadah yang digunakan untuk mencari ridha Allah. Karena itu, tidak sepatutnya hibah tersebut ditarik kembali atau dijadikan alasan untuk menuntut hal-hal tertentu.
Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 177, bahwa di antara ciri orang yang bertakwa adalah mereka yang memberikan hartanya yang dicintai untuk kepentingan yang diridhai Allah. Jadi, memberi tanah untuk masjid adalah wujud ketakwaan dan keikhlasan.




