
Sementara itu, terdapat beberapa hal meringankan yang dipertimbangkan Majelis Hakim, yakni Alwin bersikap kooperatif serta berterus terang dan tidak berbelit-belit.
“Menimbang tindak pidana korupsi Indonesia merupakan kejahatan luar biasa, sehingga pemberantasannya harus melalui pemberian sanksi tindakan yang tegas agar orang lain tidak mencontohkan perbuatan atau melakukan kejahatan yang sama atau serupa,” ucap Hakim Ketua.
Adapun vonis Alwin tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni pidana penjara selama 14 tahun serta pidana denda sebesar Rp1 miliar subsider pidana kurungan selama 1 tahun.
Dalam kasus dugaan korupsi timah, Alwin didakwa terlibat korupsi bersama-sama dengan Direktur Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batu bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) periode 2015—2022 Bambang Gatot Ariyono serta mantan Plt. Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bangka Belitung Supianto.
Atas perbuatan ketiganya, negara mengalami kerugian sebesar Rp300 triliun, yang meliputi sebanyak Rp2,28 triliun berupa kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) penglogaman dengan smelter swasta, Rp26,65 triliun berupa kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp271,07 triliun berupa kerugian lingkungan.
Alwin antara lain diduga tidak melakukan tugas dan tanggungjawabnya sebagai Direksi PT Timah dalam menjalankan pengurusan PT Timah untuk kepentingan Perusahaan sesuai dengan maksud dan tujuan Perusahaan, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait adanya kegiatan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah. ***
Sumber: Antara.